15 Jun 2013

Berlangganan Majalah Film

Sekitar tahun 1997 – 2000 saya pernah berlangganan sebuah majalah dwimingguan bernama MAJALAH FILM, atau yang biasa disingkat MF. Majalah ini terbit setiap hari Jumat dua minggu sekali dan selalu saya tunggu-tunggu kehadirannya … meskipun seringkali saya merasa rikuh juga ketika hendak membelinya. Bagaimana tidak? MF memiliki ciri khas selalu menghadirkan perempuan sebagai model cover yang (seringkali) mengenakan pakaian minim dan seksi. Mau tidak mau hal ini menimbulkan kesan bahwa MF termasuk ke dalam kategori “bacaan pria dewasa”, padahal sebenarnya tidak.

MF sendiri mengklaim dirinya sebagai “bacaan bergengsi penonton film”, karena isinya memang meliputi berita perfilman, produksi film baru, sinopsis film-film baru, resensi sinetron baru, berita infotainment, poster artis, persoalan seputar industri perfilman, dan sebagainya. Film yang diulas bukan hanya film nasional, tetapi juga film Barat, Mandarin, dan India. Ada rubrik tanya jawab perfilman yang diasuh nama samaran Bung Fil; ada rubrik sambung rasa dengan pembaca yang diasuh nama samaran Bung Sar; ada pula tanya jawab perfilman India yang diasuh Mbak Mel. Bahkan, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf semasa muda juga pernah mengasuh rubrik tanya jawab masalah jodoh dan asmara di majalah ini.

Meskipun saya pernah berlangganan, namun saat ini koleksi MF saya sudah lenyap semua tanpa bekas. Maka untuk mengobati kerinduan, saya pun iseng melakukan pencarian di Google dan menemukan sebuah scan cover MF sebagai berikut.


Sayang sekali gambar cover di atas dalam keadaan tidak utuh karena ukuran MF memang lebih besar daripada majalah pada umumnya, bahkan sering dikira tabloid. Gambar di atas adalah cover MF nomor 321 yang beredar di pasaran pada 3 – 16 Oktober 1998, dengan model bernama Ferni Asih yang seingat saya kala itu masih berusia 20 tahun. Wah ....

Selain itu, saya juga mendapatkan scan halaman rubrik ulasan sinetron pada bagian dalam MF, entah dari edisi keberapa, dari seorang teman Facebook yang membahas tentang produksi sinetron Tutur Tinular tahun 1997, sebagai berikut.


Saya sendiri mengenal MF dari seorang pedagang buku dan majalah bekas di dekat rumah. Ketika membaca isinya, saya pun tertarik untuk berlangganan. Pertama, karena waktu itu saya sedang senang-senangnya nonton film di bioskop yang kebetulan dekat rumah dan usia saya sudah masuk kategori “pantas” untuk membeli tiket sendiri; kedua, karena harga MF relatif murah dibandingkan majalah dan tabloid infotainment lainnya. Bagaimana tidak, kala itu saya cukup menyisihkan uang Rp1.300 untuk bisa mendapatkan sebuah MF baru. Harga yang sangat murah dibanding majalah-majalah lainnya. Maklum, majalah ini tidak full color, dan sebagian besar isinya terbuat dari bahan kertas koran. Untuk halaman yang berwarna hanya beberapa lembar di bagian awal yang secara otomatis tersambung dengan beberapa lembar di bagian belakang.

Sejak tahun 1987 MF dipimpin oleh H.M. Johan Tjasmadi, seorang tokoh besar perfilman di tanah air. Seiring dengan berjalannya waktu, majalah ini mengalami pasang surut dan akhirnya hilang sama sekali dari peredaran. Saya sendiri tidak tahu kapan terakhir kali membeli MF. Yang saya ingat, sekitar tahun 2000-an MF semakin langka di pasaran. Hal itu disebabkan kondisi negeri ini yang masih bergulat melawan krisis ekonomi di mana harga produksi majalah tidak sebanding dengan daya beli masyarakat, sehingga peredaran MF pun dibatasi dan akhirnya hilang sama sekali.

Selain itu, MF juga beberapa kali menjadi korban razia dan sweeping yang dilakukan ormas dan kalangan tertentu yang memasukkan MF ke dalam jenis bacaan pornografi hanya karena melihat cover-covernya yang sering memajang foto model berbusana minim ….  Sering memang, tapi tidak selalu.