1 Sep 2013

Ringkasan Perang Bharata Yuddha

 
 Krishna menyampaikan ajaran Bhagavadgita menjelang Bharata Yuddha.

“Bharata Yuddha”, atau ditulis dengan kata serapan “Barata Yuda”, adalah perang saudara besar-besaran antara keluarga Pandawa melawan Korawa sebagai klimaks dari kisah agung Mahabharata.

Sebagai penggemar wayang, Barata Yuda telah menjadi legenda favorit saya. Melalui catatan ini, saya akan berbagi cerita perihal jalannya pertempuran selama delapan belas hari tersebut. Namun versi yang saya sajikan bukanlah versi pewayangan, melainkan versi India Kuno yang telah saya ringkas dari alamat http://www.sacred-texts.com/hin/maha/index.htm. Karena naskah terjemahan di alamat itu menggunakan ejaan IAST, maka saya juga menggunakan nama-nama dengan ejaan yang sama, misalnya penyebutan kata “Pandawa” akan saya tulis “Pandava”.

Sebelum bercerita tentang Barata Yuda, ada baiknya saya bercerita lebih dulu perihal latar belakang mengapa perang besar ini sampai terjadi.

Diawali dari kisah seorang raja keturunan Bharata di Kerajaan Hastinapura bernama Santanu yang ingin menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Satyavati. Namun Satyavati mengajukan syarat bahwa yang menjadi raja Hastinapura harus keturunannya. Santanu merasa keberatan dengan syarat tersebut karena ia sudah memiliki putra mahkota dari istri terdahulu, bernama Devavrata.

Mengetahui kegelisahan sang ayah, Devavrata pun mendatangi Satyavati dan menyatakan dirinya rela mengalah melepaskan jabatan putra mahkota. Satyavati masih belum lega karena khawatir kelak anak cucu Devavrata akan mengungkit-ungkit masalah itu. Maka, Devavrata pun bersumpah bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup dan berjanji akan selalu setia kepada keturunan Satyavati yang menjadi raja di Hastinapura. Sumpah tersebut sangat mengerikan sehingga Devavrata mendapatkan nama baru: Bhishma.

Santanu pun menikah dengan Satyavati. Namun rasa bersalah terhadap Bhishma membuat Santanu tidak bahagia dan akhirnya meninggal dunia saat anak-anak yang dilahirkan Satyavati masih kecil. Kedua anak tersebut bernama Chitrangada dan Vichitravirya.

Chitrangada menjadi raja menggantikan ayahnya, namun meninggal dalam usia muda dan belum menikah. Vichitravirya menjadi raja selanjutnya, namun meninggal pula saat kedua istrinya belum berputra. Satyavati menyesali keangkuhannya dan meminta Bhishma mencabut sumpahnya untuk menjadi raja. Namun Bhishma menolak dan memilih tetap menjalalani apa yang telah ia janjikan.

Sebagai jalan keluar, Satyavati memanggil anak sulungnya yang lahir dari perkawinan dengan Parasara, bernama Vyasa, seorang brahmana. Vyasa datang ke Hastinapura untuk memberikan berkah kepada kedua janda Vichitravirya sehingga mereka bisa mengandung. Dari janda pertama lahir seorang bayi buta bernama Dhritarashtra, dan dari janda kedua lahir bayi berwajah pucat bernama Pandu. Selain itu, Vyasa juga memberikan berkah kepada pelayan kedua janda itu, yang kemudian melahirkan bayi cerdas bernama Vidura.

Setelah dewasa, Dhritarashtra menyimpan sakit hati karena Satyavati sang ibu suri menetapkan Pandu sebagai raja Hastinapura, bukan dirinya yang lebih tua. Itu semua karena ia menderita tuna netra sejak lahir yang dianggap menjadi penghalang dalam menjalankan pemerintahan. Selanjutnya, Dhritarashtra dinikahkan dengan seorang putri bernama Gandhari. Dari perkawinan itu lahir seratus orang anak yang untuk selanjutnya disebut para Kaurava. Yang tertua di antara mereka adalah Duryodhana.

Sementara itu, Pandu meninggal dunia akibat kutukan seorang brahmana. Ia meninggalkan dua orang istri bernama Kunti dan Madri. Dari Kunti lahir tiga orang putra bernama Yudhishthira, Bhimasena, dan Arjuna, sedangkan dari Madri lahir sepasang kembar bernama Nakula dan Sahadeva. Kelima putra Pandu inilah yang disebut Pandava. Kunti harus membesarkan mereka seorang diri karena Madri memilih bunuh diri menyusul Pandu, karena merasa bersalah telah menyebabkan suaminya itu mendapatkan kutukan.

Setelah Pandu meninggal, takhta Hastinapura diserahkan kepada Dhritarashtra. Adapun seratus Kaurava dan kelima Pandava mendapatkan pendidikan agama dan tata negara dari pandita istana bernama Kripa, kemudian mendapatkan pendidikan ilmu perang dan olah senjata dari Drona. Sejak kecil para Kaurava sudah dihasut paman mereka, yaitu Shakuni, saudara Gandhari, supaya memusuhi Pandava yang dianggap menjadi pesaing terberat dalam mendapatkan takhta kerajaan. Menurut Shakuni, para Kaurava lebih berhak atas takhta karena ayah mereka lebih tua daripada ayah Pandava.

Kebencian dan iri hati para Kaurava, terutama Duryodhana, semakin bertambah setelah mereka dewasa, apalagi saat Drona mengumumkan Arjuna sebagai murid terbaiknya. Duryodhana kemudian bersahabat dengan Karna, seorang pemanah ulung yang dianggap bisa menandingi Arjuna. Sebenarnya, Karna adalah saudara tua para Pandava, karena Kunti pernah hamil sebelum mengenal dan menikah dengan Pandu, kemudian membuang bayinya di sungai. Bayi itulah yang kemudian tumbuh menjadi Karna.

Kisah selanjutnya adalah usaha-usaha Duryodhana dibantu Shakuni untuk melenyapkan para Pandava yang dilindungi Vidura. Akhirnya para sesepuh Hastinapura sepakat membagi wilayah kerajaan menjadi dua. Para Pandava dengan gigih dan tulus membuka wilayah tandus menjadi negeri baru bernama Indraprastha. Namun hal itu tidak menghentikan keserkahan Duryodhana. Berkat usaha licik Shakuni melalui permainan dadu, Duryodhana berhasil merebut Indraprastha dan menghukum kelima Pandava beserta istri mereka, Draupadi, menjalani pembuangan selama dua belas tahun di hutan, dan harus menyamar selama setahun tanpa boleh diketahui.

Setelah masa hukuman tiga belas tahun selesai, para Pandava meminta kembali negeri mereka yang direbut Duryodhana dan para Kaurava. Namun Duryodhana menyangkal dengan alasan hukuman penyamaran para Pandava telah terbongkar pada hari terakhir, dan mereka wajib mengulangi lagi hukuman buang selama dua belas tahun dan penyamaran selama setahun. Hal inilah yang memicu terjadinya perang Bharata Yuddha.

Kedua pihak sama-sama mencari dan mengumpulkan sekutu di segenap penjuru benua. Dari pihak Pandava terkumpul sekutu sebanyak tujuh akshauhini, sedangkan dari pihak Kaurava terkumpul sekutu sebanyak sebelas akshauhini. Jika dijumlah, maka kekuatan Pandava adalah 153.090 kereta, 153.090 gajah, 765.450 prajurit darat, dan 459.270 prajurit berkuda; sedangkan kekuatan Kaurava adalah 240.570 kereta, 240.570 gajah, 1.202.850 prajurit darat, dan 721.710 prajurit berkuda.

Sekutu pihak Kaurava yang terkenal antara lain, Bhishma sesepuh Hastinapura; kedua guru, Kripa dan Drona, serta Ashwatthama anak Drona; Shakuni dan saudara-saudaranya dari Gandhara; Karna raja Angga; Bhagadatta raja Pragjyotisa; Jayadratha raja Sindu; Kritavarma pangeran Bhoja; Bhurisrava putra Somadatta; Vrihadbala raja Kosala; dan paman Pandava bernama Salya raja Madra.

Sekutu pihak Pandava antara lain, Virata raja Matsya beserta ketiga putranya, Sweta, Shanka, dan Uttara; Drupada raja Panchala beserta anak-anaknya, yaitu Sikhandi dan Dhristadyumna; Ghatotkacha dan para pengikutnya dari bangsa Rakshasa; serta Satyaki pahlawan bangsa Vrishni. Yang paling istimewa adalah sepupu Pandava bernama Krishna, keponakan Kunti. Ia merupakan reinkarnasi Vishnu, dewa yang turun ke dunia untuk menumpas angkara murka. Dalam perang besar ini Krishna berjanji tidak ikut bertempur, melainkan hanya bertindak sebagai kusir kereta Arjuna sekaligus penasihat perang pihak Pandava.

Hari Kesatu


Kedua pihak berhadapan di padang Kurukshetra. Pihak Pandava berada di sebelah barat menghadap ke timur, sedangkan pihak Kaurava berada di sebelah timur menghadap ke barat.

Arjuna ragu-ragu karena harus berperang melawan saudara sendiri dan para sesepuh. Ia meminta Krishna menjalankan kereta ke tengah-tengah, tepat di antara kedua pihak yang berhadapan. Untuk mengobati kegelisahan Arjuna, Krishna menyampaikan ajaran suci Bhagavadgita. Inti ajaran tersebut adalah segala sesuatu yang terjadi di dunia ini merupakan suratan takdir, sedangkan takdir ditentukan oleh karma masing-masing. Barangsiapa yang ingin lepas dari ikatan karma harus berkarya tanpa pamrih, tanpa mengharap pahala. Setelah menerima wejangan itu, pikiran Arjuna menjadi cerah. Ia lalu kembali ke barisan Pandava dengan penuh semangat.

Setelah Arjuna masuk barisan, ganti Yudhishthira yang turun dari kereta tanpa membawa senjata. Ia berjalan kaki menuju barisan Kaurava, dengan tujuan untuk meminta restu para sesepuh yang berada di pihak musuh. Sampai di sana, Yudhishthira pun meminta restu dari Bhishma, Drona, Kripa, dan Salya. Mereka semua merestui pihak Pandava supaya menang. Tentu saja hal ini mengundang kecemburuan Duryodhana.

Yudhishthira kembali ke barisan Pandava, kemudian berpidato untuk memastikan ketetapan hati semua orang. Sebelum perang dimulai, siapa pun boleh berubah pikiran untuk mundur atau menyeberang ke pihak lawan. Mendengar pidato tersebut, Yuyutsu bergegas meninggalkan barisan Kaurava dan bergabung dengan para Pandava. Yuyutsu adalah adik tiri Duryodhana yang lahir dari selir Dhritarashtra.

Perang hari pertama pun dimulai. Senapati pihak Kaurava adalah Bhishma, sedangkan senapati pihak Pandava adalah Sweta putra Virata.

Lewat tengah hari, Bhishma mulai menembus barisan pertahanan Pandava, diikuti Salya dan yang lain. Abhimanyu putra Arjuna menghadang serangan Bhishma dan pasukannya. Bhimasena, Virata, Uttara, dan Satyaki maju membantu Abhimanyu. Uttara, ipar Abhimanyu gugur sebagai korban pertama di tangan Salya.

Sweta kakak Uttara mengamuk memburu Salya. Banyak sekali sekutu Kaurava yang tewas di tangan Sweta. Bhishma maju menghadapinya. Terjadi perang tanding antara kedua senapati tersebut. Sweta akhirnya gugur terkena panah Bhishma.

Perang hari pertama pun dihentikan saat matahari terbenam. Atas usul Krishna, pihak Pandava menunjuk ipar mereka, yaitu Dhristadyumna putra Drupada sebagai senapati menggantikan Sweta.

 
Uttara gugur sebagai korban pertama.

Hari Kedua

Pada hari itu pihak Pandava menggelar barisan Kraunchabyuha. Arjuna berada di garis depan menembus pertahanan Kaurava, disusul Satyaki, Abhimanyu, dan Drupada.

Pasukan Kalingga sekutu Kaurava hancur oleh amukan Bhimasena. Bhimasena juga membunuh Sakradeva dan Bhanumat, anak raja Kalingga. Akhirnya raja Kalingga dan kedua pengawalnya, bernama Satya dan Satyadeva juga gugur di tangan Pandava nomor dua itu. Setelah itu, Bhimasena membunuh Ketumat dari Nisadha.

Hari Ketiga

Hari itu banyak sekali sekutu Kaurava yang berjatuhan. Duryodhana marah-marah mengungkit soal Karna. Andai saja Karna ikut berperang pasti pihak Pandava bisa dipukul mundur. Sebelum perang meletus, terjadi perselisihan antara Bhishma dan Karna, sampai-sampai Karna menolak ikut bertempur selama Bhishma masih menjadi senapati.

Bhishma kemudian bertempur melawan Arjuna. Krishna tidak sabar melihat Arjuna yang masih ragu-ragu dalam menyerang Bhishma, sang sesepuh Hastinapura. Ia lantas turun dari kereta dan mengangkat pusaka Cakra Sudarsana untuk mengancam Bhishma. Bhishma pasrah karena tahu bahwa Krishna adalah reikarnasi Vishnu, sementara Arjuna turun pula menyembah Krishna. Ia kemudian membawa Krishna kembali naik ke atas kereta.

Krishna mengemudikan kereta Arjuna.

Hari Keempat

Di hari itu Dhristadyumna membunuh putra Samyamani sekutu Kaurava.

Beberapa Kaurava yaitu Senapati, Jalasandha, Sushena, Ugra, Virabahu, Bhimaratha, dan Sulocana mati dibunuh Bhimasena. Itulah pertama kalinya Duryodhana kehilangan adik-adiknya.

Hari Kelima

Pandava menggelar barisan Garudabyuha, sedangkan Kaurava menggelar barisan Makarabyuha.

Hari itu Ashwatthama putra Drona adu senjata melawan Arjuna. Karena menghormati gurunya, Arjuna tidak mau membunuh Ashwatthama.

Di sisi lain Bhurisrava berhasil membunuh anak-anak Satyaki. Bhurisrava kemudian menghancurkan kereta Satyaki. Bhimasena maju menyelamatkan Satyaki dari amukan Bhurisrava.

Satyaki, sekutu Pandava yang perkasa.

Hari Keenam

Pandava menggelar barisan Makarabyuha, sedangkan Kaurava menggelar Kraunchabyuha.

Hari Ketujuh

Kaurava menggelar barisan Mandalabyuha, sedangkan Pandava menggelar barisan Bajrabyuha.

Drona memukul mundur Virata raja Matsya. Sankha maju melindungi ayahnya, namun ia kemudian tewas di tangan Drona. Di sisi lain, Arjuna membunuh para raja sekutu Kaurava, sedangkan Bhishma membunuh banyak sekutu Pandava.

Hari Kedelapan

Pandava menggelar barisan Sringgatakabyuha.

Bhimasena membunuh adik-adik Duryodhana, yaitu Sunabha, Aparajita, Kundadhara, Panditaka, Visalaksha, Mahodara, Adityaketu, dan Vahvasin.

Iravan putra Arjuna yang lahir dari Ulupuy bertempur melawan adik-adik Shakuni, bernama Gaya, Gavaksha, Vrishaka, Carmavat, Arjava, dan Suka. Iravan berhasil membunuh mereka semua kecuali Vrishaka yang melarikan diri.

Para prajurit Gandhara semakin banyak yang berjatuhan di tangan Iravan. Duryodhana mengirim Alambusha anak Risyasringga untuk menghadapinya. Iravan berasal dari bangsa Naga, sedangkan Alambusha dari bangsa Rakshasa. Keduanya sama-sama menguasai ilmu sihir. Iravan mencipta naga besar, sedangkan Alambusha mencipta burung garuda. Iravan kalah dalam adu sihir dan menjadi lengah. Kepalanya lantas dipenggal Alambusha menggunakan pedang.

Ghatotkacha mengamuk atas kematian Iravan. Ia mengejar Alambusha namun dihadang raja Vangga dan Duryodhana. Arjuna juga sangat marah setelah diberi tahu Bhimasena tentang kematian Iravan. Ia kemudian mengamuk menghadapi pasukan Bhagadatta raja Pragjyotisa yang membantu Alambusha.

Perang hari itu berakhir setelah Bhimasena membunuh Vyudoroska.

Arca kepala Iravan di sebuah kuil di Singapura.

Hari Kesembilan

Bhishma menggelar barisan Sarvatobhadrabyuha. Ia merusak barisan sekutu Pandava yang berasal dari bangsa Sauvira, Kitava, Abhisaha, Surasena, Sivi, dan Vasati.

Arjuna maju melawan Bhishma. Pertempuran di antara mereka berlangsung lama. Krishna tidak sabar. Untuk kedua kalinya ia turun dari kereta menantang Bhishma sambil mengangkat roda kereta sebagai senjata. Bhishma menyembah pasrah jika dirinya harus mati di tangan penjelmaan Vishnu. Arjuna turun pula dan bersujud mengingatkan sumpah Krishna bahwa dia ikut perang hanya sebagai kusir dan penasihat saja.

Perang hari kesembilan berakhir. Malamnya Yudhishthira mengeluh atas kekalahan pihaknya di hari ini. Ia lalu berangkat ke kemah Bhishma diikuti adik-adiknya dan Krishna.

Bhishma tidak tega melihat Yudhishthira yang mengeluh pasrah di hadapannya. Ia pun menerangkan kelemahannya yaitu jika berhadapan dengan Sikhandi, karena Sikhandi adalah reinkarnasi Amba, perempuan yang pernah disakiti hatinya oleh keteguhan Bhishma semasa muda.

Krishna mengangkat roda kereta mengancam Bhishma.

Hari Kesepuluh

Krishna mengatur rencana untuk mengalahkan Bhishma. Yang bisa menandingi kesaktian Bhishma hanya Arjuna, sedangkan yang ditakuti olehnya adalah Sikhandi. Maka, Sikhandi pun ditempatkan di depan Arjuna sebagai perisai dalam menghadapi Bhishma.

Pertempuran dimulai. Arjuna dan Sikhandi bergerak menuju ke tempat Bhishma. Duryodhana mengirim pasukan membendung gempuran Arjuna. Yudhishthira juga mengirim bantuan untuk adiknya. Maka terjadilah pertempuran ramai di antara mereka. Setelah cukup lama, Arjuna dan Sikhandi berhasil lolos dan mengejar Bhishma.

Pertempuran antara Bhishma dan Sikhandi terjadi. Sikhandi menyerang Bhishma dengan gencar, namun Bhishma hanya menghindar tidak mau membalas.

Arjuna berteriak memberi semangat kepada Sikhandi, tapi Sikhandi tetap tidak mampu melukai Bhishma. Dushasana, Vivingsati, Kripa, Vikarna, dan Salya maju melawan Arjuna. Bhishma lolos dan bergerak merusak pasukan bangsa Srinjaya sekutu Pandava.

Bhishma kemudian membunuh Satanika adik Virata raja Matsya.

Arjuna dan Sikhandi kembali menghadang Bhishma. Arjuna menghujani Bhishma dengan panah. Bhishma tidak bisa membalas karena Sikhandi selalu berdiri di depan Arjuna. Ia sendiri sudah bersumpah untuk tidak melukai reinkarnasi Amba. Setiap kali Bhishma hendak melepas panah, Sikhandi segera pasang badan di depan Arjuna, sehingga Bhishma pun membatalkan serangan.

Bhishma akhirnya roboh dengan tubuh seperti landak. Semua panah yang menembus tubuhnya adalah milik Arjuna. Meskipun demikian, Bhishma tidak meninggal karena pernah mendapatkan anugerah dewata bahwa ia tidak bisa mati kecuali atas keinginannya sendiri.

Melihat itu kedua pihak segera menghentikan perang. Bhishma meminta penyangga kepala dan air minum dari Arjuna, kemudian menasihati Duryodhana agar menghentikan perang dan mengembalikan hak para Pandava. Dengan sikap angkuh, Duryodhana tetap menolak nasihat itu.

Matahari terbenam, kedua pihak lalu membubarkan diri.

Malam itu Karna menemui Bhishma. Meskipun pernah bertengkar namun keduanya saling menghormati. Bhishma mendapat cerita rahasia dari Narada bahwa Karna sebenarnya anak Kunti. Itu sebabnya ia tidak ingin Karna ikut berperang melawan Pandava. Karna mengaku sudah mengetahui rahasia itu berkat cerita dari Krishna. Tapi ia tetap setia pada janji seorang kesatria, bahwa ia akan membalas budi kepada Duryodhana. Karna juga telah berjanji kepada Kunti bahwa ia tidak akan membunuh para Pandava, kecuali Arjuna.

Karna lalu menemui Duryodhana di perkemahan dan menyatakan diri bergabung dalam perang mulai malam itu. Ia juga mengusulkan supaya Drona diangkat sebagai senapati baru, karena hampir semua orang pernah berguru kepadanya, sehingga perpecahan di antara pendujung Kaurava dapat dihindarkan.

Duryodhana menerima usul Karna. Maka Drona pun diangkat sebagai senapati yang baru. Shakuni mengusulkan agar Drona menangkap Yudhishthira hidup-hidup untuk dijadikan sandera dan memaksa Pandava yang lain menyerah kalah. Drona setuju akan hal itu.

Rencana tersebut didengar oleh mata-mata Pandava yang segera mengirimkan laporan kepada Yudhishthira. Arjuna pun berjanji akan selalu menjaga Yudhishthira dari serangan Drona.

Bhishma terbaring dalam "ranjang panah".

Hari Kesebelas

Drona menggelar barisan Kraunchabyuha. Ia berusaha keras menangkap Yudhishthira. Kumara dari Panchala maju melindungi sang raja, tapi kemudian mati oleh Drona. Drona kemudian membunuh para kesatria Panchala yang lain, yaitu Yughandara, Singhasena, dan Byaghradatta.

Yudhishthira semakin terdesak, hampir saja tertangkap oleh Drona. Arjuna segera bergerak melindungi kakaknya. Pertempuran pun terjadi antara Drona melawan Arjuna. Drona akhirnya mundur karena matahari terbenam.

Drona ditugasi menangkap Yudhishthira hidup-hidup.

Hari Kedua Belas

Drona mengaku sulit menangkap Yudhishthira jika Arjuna tidak disingkirkan. Maka, Duryodhana pun menunjuk para sekutunya untuk mengepung Arjuna. Mereka adalah para kesatria dari Trigarta, Malava, Mavellaka, dan Lalithya; antara lain bernama Susarman, Satyaratha, Satyavarman, Satyabrata, Satyesu, dan Satyakarma. Pasukan pengepung Arjuna ini diberi nama pasukan Samsaptaka. Mereka bersumpah untuk menjauhkan Arjuna dari Drona.

Arjuna telah mendengar tantangan dari para Samsaptaka. Sebagai kesatria ia pantang menolak tantangan. Ia pun menggempur pasukan Samsaptaka. Yang mati di tangannya antara lain Subahu, Sudharman, dan Sudhanwan.

Di sisi lain Drona merusak barisan Pandava dan semakin mendekati Yudhishthira. Satyajit dan Vrika dari Panchala berusaha keras menghadang serangannya, namun mereka berdua akhirnya tewas di tangan Drona. Sikhandi, Kshatradharma, Uttamauja, Kshatradeva, Satyaki, dan Yudhamanyu maju melindungi Yudhishthira. Drona dengan gagah menghadapi mereka semua, bahkan bisa membunuh raja sekutu Pandava yang bernama Kshema.

Duryodhana mengirim bala bantuan untuk Drona. Maka terjadilah pertempuran ramai di antara kedua pihak. Bhutakarma mati oleh Satanika anak Nakula; Bhimaratha adik Duryodhana membunuh Salwa sekutu Pandava; Bhimasena merusak pasukan Duryodhana. Bhagadatta raja Pragjyotisa naik gajah Supratika menggempur Bhimasena. Bhimasena terdesak mundur dihajar gajah sakti itu.

Raja Dasarna maju naik gajah pula menghadapi Bhagadatta, namun ia kemudian mati terkena tombak Bhagadatta. Satyaki maju, tapi kewalahan pula menghadapi amukan Supratika.

Ruciparva anak Arjuna maju, tapi mati terkena panah Bhagadatta.

Arjuna yang mendengar amukan Bhagadatta segera mengajak Krishna meninggalkan para Samsaptaka. Susarman mengejek Arjuna sebagai pengecut. Arjuna pun melepas panah sakti membuat raja Trigarta itu jatuh pingsan.

Arjuna bergerak menyerang Bhagadatta. Bhagadatta melepaskan pusaka Vaishnava. Krishna segera pasang badan menghadang jatuhnya pusaka tersebut. Pusaka Vaishnava menghantam dada Krishna dan masuk ke dalamnya.

Arjuna menegur kenapa Krishna menghadang Vaishnava, bukankah dia hanya bertindak sebagai kusir saja. Krishna menjelaskan bahwa Vaishnava adalah pusaka pemberian Vishnu untuk Naraka, ayah Bhagadatta. Di dunia ini hanya Vishnu yang bisa menaklukkan pusaka Vaishnava. Sepeninggal Naraka, pusaka Vaishnava diwariskan kepada Bhagadatta. Kini pusaka tersebut telah kembali lagi kepada Krishna yang merupakan penjelmaan Vishnu.

Arjuna paham, jika dirinya yang terkena Vaishnava pasti akan tewas seketika dan hancur lebur. Arjuna kembali menerjang maju. Ia akhirnya berhasil membunuh Supratika dan Bhagadatta sekaligus.

Dua adik Shakuni dari negeri Gandhara, yaitu Vrishaka dan Acala maju melawan Arjuna. Namun, keduanya kemudian tewas dan pasukan mereka hancur pula oleh Arjuna.

Di sisi lain Drona mengamuk menyerang Yudhishthira. Nila maju melindungi sang raja, namun mati dibunuh Ashwatthama. Nila adalah raja sekutu Pandava yang berasal dari negeri rendah.

Arjuna kembali diburu pasukan Samsaptaka. Arjuna kemudian membunuh Satrunjaya dan Vipatha, adik angkat Karna. Bhimasena juga membunuh para pengawal Karna lainnya. Sementara itu, Dhristadyumna membunuh Charmavarman dan Vrihatkshatra raja kaum Nisadha.

Bhagadatta putra Naraka.

Hari Ketiga Belas

Untuk menangkap Yudhishthira, Drona berniat menggelar barisan Chakrabyuha. Di dunia ini hanya Arjuna dan Krishna yang dapat menembus barisan ini. Oleh sebab itu, mereka berdua harus disingkirkan terlebih dulu. Tentu saja yang ditugasi menyingkirkan Arjuna dan Krishna adalah pasukan Samsaptaka yang dipimpin Susarman raja Trigarta.

Perang dimulai. Pasukan Samsaptaka dipimpin Susarman menantang Arjuna untuk melanjutkan pertempuran kemarin. Supaya Arjuna tidak pergi lagi sebelum pertempuran usai, maka pertempuran harus dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian. Arjuna setuju. Maka, Arjuna sekaligus Krishna dan para Samsaptaka pun bergerak menuju selatan Kurukshetra untuk bertempur di sana.

Setelah Arjuna dan para Samsaptaka pergi jauh, Drona pun menggelar barisan Chakrabyuha. Yudhishthira gelisah dan meminta Abhimanyu untuk maju perang. Namun, Abhimanyu mengaku hanya pernah diajari ayahnya cara masuk saja, belum sempat diajari bagaimana cara keluar dari barisan tersebut.

Yudhishthira tetap mendesak Abhimanyu maju, dan yang lain pasti akan membantu di belakangnya. Jadi, tugas Abhimanyu adalah membuka jalan bagi pasukan Pandava untuk menghancurkan Chakrabyuha. Abhimanyu pun berangkat.

Dengan lincah Abhimanyu langsung menemukan celah Chakrabyuha dan berhasil masuk ke dalamnya. Ia sampai di tengah-tengah dan bertempur menghadapi musuh secara bergantian, antara lain Duhsaha, Dushasana, Kripa, Drona, Vivingsati, Kritavarma, Vrihadbala, Ashwatthama, Bhurisrava, Shakuni, dan Duryodhana. Abhimanyu kemudian membunuh anak raja Asmaka dan sekutu Kaurava yang lain, yaitu Sushena, Dirghalocana, dan Kundavedhin, serta seorang adik Salya.

Sementara itu Yudhishthira, Bhimasena, Sikhandi, Satyaki, Nakula, Sahadeva, Dhristadyumna, Virata, Drupada, lima pangeran Kekaya, dan Dhristaketu bermaksud membantu Abhimanyu menembus Chakrabyuha, tapi mereka dihadang pasukan yang dipimpin Jayadratha raja Sindhu.

Dulu Jayadratha pernah menculik Draupadi istri Pandava saat menjalani hukuman buang di hutan. Namun ia kemudian ditangkap dan dipermalukan Bhimasena. Karena kekalahan itu, Jayadratha tidak mau pulang dan memilih bertapa untuk mendapat anugerah kesaktian dari dewa. Atas ketekunannya, Shiva pun turun dan memberikan anugerah berupa kesaktian yang bisa membuatnya mengalahkan para Pandava, kecuali Arjuna.

Kini Jayadratha seorang diri dapat menghadang para Pandava sehingga mereka tidak dapat masuk ke dalam Chakrabyuha untuk membantu Abhimanyu. Ibaratnya, Abhimanyu telah membuka jalan namun segera ditutup kembali oleh Jayadratha sehingga seorang diri ia terjebak di dalam Chakrabyuha.

Di dalam kepungan, Abhimanyu masih dapat membunuh Vasatiya cucu Dhritarasthra, juga mengalahkan Satyasraya, dan membunuh Rukmaratha anak Salya.

Lakshmana putra Duryodhana maju menyerang. Namun, ia kemudian mati dibunuh Abhimanyu.

Melihat putranya tewas, Duryodhana marah besar dan memerintahkan Abhimanyu dikeroyok saja. Ia tidak peduli lagi dengan aturan perang yang ditetapkan Bhishma.

Sejak tadi para pengepung Abhimanyu menyerang secara bergantian. Namun setelah mendengar perintah itu, segera Drona, Kripa, Karna, Ashwatthama, Kritavarma, dan Vrihadbala maju mengeroyok Abhimanyu. Serangan mereka tidak lagi bergantian tapi bersama-sama, membuat Abhimanyu bingung harus menghadapi yang mana.

Abhimanyu kemudian membunuh salah seorang pengeroyoknya, yaitu Vrihadbala raja Kosala. Setelah itu ia membunuh anak raja Maghada dan Aswaketu, juga Satrunjaya, Candraketu, Mahameghba, Suvarca, dan Suryabhasa. Banyak sekali sekutu Kaurava yang mati dibunuh Abhimanyu di hari itu.

Drona berkata Abhimanyu bisa dikalahkan dengan cara melucuti semua senjatanya. Maka, Karna segera mematahkan busur Abhimanyu, Kritavarma membunuh kuda penarik kereta, sedangkan Kripa membunuh Sumitra, kusir kereta Abhimanyu.

Abhimanyu jatuh ke tanah. Ia bangkit kembali dan mengamuk dengan bersenjata pedang dan tameng. Namun pedangnya lalu dipatahkan Drona, dan tamengnya dihancurkan Karna.

Drona kembali memerintahkan pasukan untuk menghujani Abhimanyu dengan panah sampai tubuhnya seperti landak. Abhimanyu masih tetap mengamuk menggunakan roda kereta sebagai senjata. Dalam keadaan terdesak ia masih bisa membunuh Kalikeya adik Shakuni.

Anak Dushasana maju dan menghantamkan gada, memukul kepala Abhimanyu sampai remuk. Abhimanyu pun tewas karena letih dan luka parah.

Matahari terbenam dan pertempuran berakhir.

Malamnya, Arjuna datang bersama Krishna setelah bertempur melawan para Samsaptaka. Melihat kematian Abhimanyu, ia menjadi marah dan sangat sedih. Yang paling ia benci saat itu adalah Jayadratha, karena telah menghalangi pasukan Pandava yang bermaksud menolong Abhimanyu. Arjuna pun bersumpah akan membunuh Jayadratha pada hari berikutnya. Jika sampai matahari terbenam ia belum dapat membunuh Jayadratha, maka Arjuna bertekad akan bunuh diri dalam kobaran api.

Mata-mata Kaurava mendengar sumpah Arjuna dan segera pergi melapor. Jayadratha ketakutan mendengarnya dan ingin pergi meninggalkan Kurukshetra. Duryodhana mencegahnya. Ke mana pun Jayadratha pergi, Arjuna pasti akan tetap mengejarnya. Justru lebih aman jika ia tetap berada di Kurukshetra dalam perlindungan para Kaurava.

Abhimanyu, pahlawan termuda yang gugur dikeroyok.

Hari Keempat Belas

Arjuna berangkat memburu Jayadratha. Ia menugasi Satyaki menjaga Yudhishthira dari serangan Drona. Sementara itu Drona menggelar barisan Sakatabyuha dan Chakrabyuha untuk menyerang Yudhishthira dan melindungi Jayadratha.

Arjuna berhasil melewati pasukan Drona. Ia kemudian bertempur melawan Srutayudha anak Baruna yang lahir dari seorang peri sungai bernama Parnasa. Srutayudha melempar gada pusaka pemberian ayahnya ke arah Krishna. Barangsiapa terkena gada itu pasti akan hancur lebur. Akan tetapi, jika musuh yang dilempar pasrah tidak melawan, maka gada tersebut justru berbalik ke arah si pemilik. Ketika gada pusaka tersebut datang, Krishna sama sekali tidak menangkis atau menghindar. Akibatnya, gada pun berbalik menghantam dan menewaskan Srutayudha sendiri.

Krishna kembali menjalankan kereta. Kali ini Arjuna membunuh Sudhaksina anak raja Kamboja, kemudian membunuh Srutayu raja Ambastha dan adiknya yang bernama Acyutayu. Anak-anak mereka mati pula ditangan Arjuna, yaitu Niyatayu dan Dirghayu.

Duryodhana marah-marah melihat sekutunya banyak yang mati diobrak-abrik Arjuna. Ia meminta Drona menghadapi Arjuna. Namun, Drona menolak karena tugasnya adalah menangkap Yudhishthira hidup-hidup. Yang bertugas menjaga Jayadratha adalah Kripa. Drona kemudian berangkat ke arah Yudhishthira.

Drona melawan Dhristadyumna. Dhristadyumna kalah dan terluka. Satyaki maju menggantikannya melawan Drona. Pertempuran seru terjadi. Mula-mula keduanya seimbang. Bahkan, Drona memuji kesaktian Satyaki setara dengan Parasurama. Namun Satyaki akhirnya kalah juga melawan Drona dan dibawa mundur oleh pasukannya.

Di sisi lain, Arjuna membunuh Vinda dan Anuvinda, sepasang pangeran dari Avanti.

Kripa dan Vrishasena maju menghadapi Arjuna. Kali ini Arjuna telah memasuki dan mengobrak-abrik barisan Chakrabyuha yang melindungi Jayadratha.

Di sisi lain, Vrihadkshatra sekutu Pandava membunuh Kshemadhurti sekutu Kaurava; Dhristaketu raja Chedi membunuh Viradhanwan sekutu Kaurava; Sahadeva membunuh Niramitra anak raja Trigarta; Satyaki membunuh Vyaghradatta; Srutakarma anak Arjuna membunuh Saumadatti.

Yudhishthira gelisah karena tidak lagi mendengar suara terompet Arjuna. Yang ia dengar hanyalah terompet Krishna. Yudhishthira khawatir jangan-jangan Arjuna telah mati dan Krishna angkat senjata melupakan sumpahnya. Maka, Satyaki pun diperintahkan untuk menyusul Arjuna. Satyaki menolak karena ditugasi menjaga sang raja. Yudhishthira terus mendesak sehingga Satyaki terpaksa berangkat.

Mula-mula Satyaki menerobos barisan musuh, membunuh Sudarsana, sekutu Kaurava.

Sementara itu Drona membunuh Viraketu, Chitraketu, Chitraratha, dan Sudhanwan. Semuanya adalah pangeran Panchala. Drona kemudian membunuh Vrihadksatra dari negeri Kekaya. Setelah itu Drona membunuh Dhristaketu raja Chedi.

Yudhishthira tidak peduli dengan serangan Drona. Ia cemas memikirkan Arjuna dan Satyaki yang tidak meniup terompet masing-masing sebagai pertanda. Khawatir mereka berdua telah tewas, Yudhishthira pun memerintahkan Bhimasena untuk menyusul.

Bhimasena berangkat dan membunuh para Kaurava yang menghadangnya. Mereka adalah Kundabhedin, Sushena, Dirghanetra, Vrindaraka, Abhaya, Rudrakarma, Durvimocana, Suvarma, dan Sudarsa.

Karna maju menghadapi Bhimasena. Terjadi pertempuran seru di antara mereka. Durmukha membantu Karna, tapi mati oleh Bhimasena. Kemudian para Kaurava yang lain juga berguguran. Mereka adalah Durmarshana, Duhsaha, Durmada, Durdhara, dan Jaya.

Karna kembali bertarung melawan Bhimasena dan mengalami kekalahan. Duryodhana kembali mengirim adik-adiknya untuk membantu. Tapi semuanya tewas, yaitu Chitra, Upachitra, Charuchitra, Sarasa, Chitrayudha, dan Chitravarman.

Bhimasena kembali membunuh para Kaurava yang dikirim Duryodhana. Mereka adalah Satrunjaya, Satrusaha, Dridha, Chitrasena, dan Vikarna. Kali ini Bhimasena meratapi kematian Vikarna, yang merupakan satu-satunya Kaurava yang disayanginya. Vikarna adalah adik Duryodhana yang selalu menjalankan dharma kesatria. Ia berani menentang Duryodhana saat Dushasana menyeret Draupadi dalam permainan dadu. Vikarna ikut perang bukan demi Duryodhana, tapi untuk membela tanah airnya.

Karna kembali bertarung melawan Bhimasena. Kali ini Bhimasena yang kalah, tapi Karna tidak mau membunuhnya karena teringat pernah bersumpah di depan Kunti. Karna lalu meninggalkan Bhimasena yang tertunduk malu begitu saja.

Sementara itu Satyaki membunuh Jalasandha raja Kamboja. Satyaki kemudian bertarung melawan musuh bebuyutannya, yaitu Bhurisrava. Keduanya bertempur seru dengan disertai kebencian yang mendalam. Satyaki yang sudah sangat letih dan kelelahan akhirnya jatuh pingsan di tangan Bhurisrava.

Di sisi lain Arjuna sudah berhadapan dengan Jayadratha yang dilindungi Kripa. Krishna menyuruhnya berbalik untuk menolong Satyaki. Arjuna ragu-ragu karena Jayadratha sudah di depan mata dan matahari juga sudah condong ke barat. Arjuna juga tersinggung melihat Satyaki telah melanggar pesannya, yaitu tidak akan meninggalkan Yudhishthira. Akan tetapi, Krishna berkata bahwa Satyaki juga tidak bisa menolak perintah Yudhishthira. Krishna mengingatkan bahwa Satyaki sudah bersusah payah datang untuk membantunya memburu Jayadratha. Krishna mempertanyakan hati nurani Arjuna apakah rela membiarkan Satyaki tewas begitu saja di depan matanya.

Maka Arjuna pun berbalik arah meninggalkan Jayadratha. Ia segera melepas panah memotong lengan Bhurisrava yang sedang mengacungkan pedang, siap membunuh Satyaki yang masih pingsan. Bhurisrava memaki Arjuna sebagai pengecut yang memanah lawan dari belakang. Arjuna balik memaki Bhurisrava yang juga pengecut karena hendak membunuh Satyaki yang masih pingsan. Bhurisrava juga disebut-sebut ikut mengeroyok Abhimanyu, padahal usia Abhimanyu jauh lebih muda.

Bhurisrava tertunduk malu karena ucapan Arjuna memang benar. Ia lalu duduk bersila dan mengheningkan cipta menyesali perbuatannya. Saat itulah Satyaki terbangun dari pingsan dan langsung membunuhnya dengan menggunakan potongan tangan Bhurisrava yang masih memegang pedang.

Arjuna kembali bertempur melawan Jayadratha yang dilindungi Karna, Duryodhana, Kripa, Ashwatthama, Salya, dan Vrishasena.

Waktu semakin mendesak. Matahari semakin condong ke barat. Krishna segera mencari akal untuk memancing Jayadratha keluar dari perlindungan. Ia pun mengerahkan kesaktian untuk menutup sinar matahari sehingga suasana menjadi gelap seperti senja.

Arjuna tertunduk sedih karena merasa perjuangannya gagal. Jayadratha bersorak gembira dan keluar dari perlindungan Kripa dan Duryodhana. Ia pun mendatangi Arjuna dan mengejeknya dengan kata-kata pedas. Ia menyuruh Arjuna segera bunuh diri dalam kobaran api saat itu juga.

Begitu Jayadratha keluar dari perlindungan, Krishna kembali membuka sinar matahari yang ditutupinya. Jayadratha ketakutan dan mencoba kabur. Krishna menyuruh Arjuna memenggal kepala Jayadratha dan mengirimkan kepada ayahnya saat itu juga, serta jangan sampai menyentuh tanah. Arjuna pun melepas panah sakti yang seketika memenggal kepala Jayadratha dan langsung membawanya melayang jauh ke pertapaan Vriddakshatra.

Dahulu ketika Jayadratha lahir, Vriddakshatra meramalkan putranya itu kelak akan mati dengan kepala terpenggal. Maka, ia pun bersumpah barangsiapa menjatuhkan kepala anaknya, maka kepalanya sendiri akan ikut meledak dan hancur lebur.

Kali ini kepala Jayadratha sudah sampai di pangkuan Vriddakshatra yang sedang bersamadi. Ketika Vriddakshatra bangun, ia terkejut sehingga kepala Jayadratha jatuh ke tanah. Akibatnya, kepala Vriddakshatra sendiri yang meledak dan hancur.

Arjuna menerbangkan kepala Jayadratha.

Pertempuran Malam

Duryodhana tidak mau berhenti. Hari itu ia kehilangan banyak pasukan karena amukan Arjuna, Bhimasena, dan Satyaki. Tidak sabar menunggu esok pagi, ia nekat maju menerobos barisan Pandava.

Drona segera menyusul Duryodhana. Malam itu perang tidak berhenti, tetapi terus dilanjutkan. Pihak Pandava tidak jadi menarik mundur pasukannya untuk beristirahat dan terpaksa menghadapi serangan Kaurava.

Drona berhasil membunuh para Kaikeya dan anak-anak Dhristadyumna. Kemudian ia membunuh sekutu Pandava yang bernama Sivi.

Sementara itu Bhimasena membunuh dua orang adik angkat Karna, bernama Dhruva dan Jayarata. Perang semakin ramai. Para prajurit bertempur sambil memegang obor. Drona menggempur barisan Yudhishthira. Ghatotkacha mengerahkan pasukan Rakshasa menghadapi serangan Drona. Ashwatthama membantu ayahnya. Ia berhasil membunuh Anjanaparva putra Ghatotkacha. Setelah itu Ashwatthama juga membunuh banyak prajurit Rakshasa.

Ashwatthama kemudian menerobos barisan Panchala. Ia membunuh Suratha, Satrunjaya, Balanika, Jayanika, Jaya, Prisdhara, dan Chandrasena, kemudian membunuh anak-anak Purujit.

Sementara itu tokoh tua Valhika ayah Somadatta mati oleh Bhimasena. Bhimasena kemudian membunuh para Kaurava, antara lain Nagadatta, Dridharatha, Virabahu, Ayobhuja, Dridha, Suhasta, Viraga, Pramatha, dan Ugrayayin. Sementara itu Satyaki berhasil membunuh Somadatta, ayah Bhurisrava, kemudian membunuh Bhuri.

Sementara itu Karna mengalahkan Sahadeva namun tidak membunuhnya, sesuai janji yang pernah ia ucapkan dulu. Ia kemudian memukul mundur Dhristadyumna dan mengobrak-abrik barisan pertahanan Pandava. Banyak sekali pasukan Pandava yang tewas di tangan Karna malam itu. Rupanya ia ingin membuktikan ucapannya bahwa ia bisa bertindak lebih tegas daripada Drona.

Arjuna berniat melawan Karna, tapi dicegah Krishna. Krishna menunjuk Ghatotkacha untuk maju menghadapi Karna, dengan alasan kekuatan bangsa Rakshasa semakin hebat dan berlipat ganda jika bertempur di malam hari.

Duryodhana mengirim Alambusha untuk menghadapi Ghatotkacha. Terjadilah pertempuran seru di antara kedua Rakshasa itu. Ghatotkacha yang masih dendam atas kematian Iravan akhirnya membunuh Alambusha dengan cara yang sangat mengerikan.

Ghatotkacha bergerak menggempur Karna. Duryodhana segera mengirim para Rakshasa sekutu Kaurava yang dipimpin Alayudha untuk membantu Karna. Dalam pertempuran itu Alayudha pun tewas di tangan Ghatotkacha. Satyaki, Dhristadyumna, Yudhamanyu, dan Uttamauja bergerak maju membunuh para Rakshasa yang dipimpin Alayudha.

Karna kembali bertarung melawan Ghatotkacha. Pertempuran keduanya berlangsung ramai dan mengerikan. Karna mulai terdesak oleh gempuran Ghatotkacha yang dahsyat. Duryodhana menyuruh Karna melepas senjata Konta. Karna bimbang karena Konta dipersiapkan untuk membunuh Arjuna. Tapi melihat pasukan Kaurava semakin banyak yang mati oleh Ghatotkacha, Karna terpaksa menuruti permintaan Duryodhana.

Maka, Karna pun melepas senjata Konta dan mengenai dada Ghatotkacha. Ghatotkacha tewas, tapi sempat mengubah wujud menjadi sangat besar dan mayatnya jatuh menimpa barisan Kaurava.

Para Pandava bersedih atas kematian Ghatotkacha, kecuali Krishna yang tampak tersenyum senang. Ia menjelaskan kenapa Ghatotkacha dihadapkan dengan Karna, adalah agar Karna melepas senjata Konta. Senjata tersebut adalah pemberian Indra yang ampuh luar biasa, tetapi hanya bisa dipakai sekali saja. Padahal senjata Konta dipersiapkan oleh Karna untuk membunuh Arjuna.

Sementara itu, Duryodhana merasa puas atas kematian Ghatotkacha sebagai balasan untuk kematian Jayadratha. Ia pun menarik mundur pasukannya kembali ke perkemahan.

Pertarungan Karna dan Ghatotkacha.

Hari Kelima Belas

Kedua pihak hanya tidur dan beristirahat selama tiga jam, karena kemudian matahari terbit dan perang kembali dimulai.

Arjuna di garis depan menggempur barisan Kaurava. Sebaliknya, Drona menggempur barisan Panchala, dan membunuh tiga orang cucu Drupada.

Drona kemudian menggempur pasukan negeri Matsya. Drupada dan Virata maju menghadapi. Kedua raja itu akhirnya tewas di tangan Drona. Drupada sendiri adalah bekas sahabat Drona semasa muda, namun kini keduanya berhadapan sebagai musuh.

Arjuna maju namun tidak mampu mengalahkan Drona. Pada saat itu datang para maharesi kahyangan, yaitu Jamadagni, Bharadwaja, Vasistha, dan Viswamitra yang menyarankan agar Drona meletakkan senjata dan berhenti berperang. Drona diminta untuk kembali pada dharma seorang brahmana, akan tetapi saran itu ditolaknya. Drona kembali maju menggempur barisan Pandava dan membunuh banyak musuh.

Krishna lantas menyusun rencana untuk membunuh Drona, yaitu dengan menyiarkan berita bohong tentang kematian Ashwatthama. Mula-mula Bhimasena diperintah untuk membunuh gajah Ashwatthama kendaraan Indravarman raja Malava. Setelah terlaksana, Bhimasena pun berteriak-teriak mengumumkan bahwa Ashwatthama telah mati. Kebetulan saat itu Ashwatthama putra Drona sedang bertempur di tempat yang agak jauh sehingga tidak mendengar teriakan Bhimasena.

Sesuai rencana, Drona pun terguncang mendengar teriakan itu. Ia lalu bergerak menemui Yudhishthira yang dianggapnya sebagai manusia paling jujur untuk menanyakan kebenaran berita tersebut. Ternyata Yudhishthira menjawab Ashwatthama memang mati, tetapi Ashwatthama gajah. Ucapan Yudhishthira ini pelan sekali, sehingga tidak terdengar oleh Drona yang sudah tua.

Ucapan Yudhishthira yang sengaja untuk mengacaukan pikiran Drona ini membuatnya kehilangan keistimewaan. Selama perang berlangsung, kereta Yudhishthira selalu melayang satu jengkal di atas tanah. Namun setelah kebohongan itu, keretanya berubah menjadi kereta biasa yang rodanya menyentuh tanah.

Drona linglung mendengar ucapan Yudhishthira yang dianggapnya sebagai manusia paling jujur. Ia pun membuang senjata dan meratapi kematian Ashwatthama.

Melihat itu, Dhristadyumna segara memanah Drona, namun tidak mampu melukainya. Drona terkejut dan kembali mengangkat senjata. Ia nekat menyerang kereta Dhristadyumna sampai hancur. Dhristadyumna lantas berjalan kaki sambil menghunus pedang untuk menyerang Drona. Drona terus-menerus menghujani Dhristadyumna dengan panahnya.

Tiba-tiba terjadi gempa bumi yang membuat Drona lemas dan kehilangan kekuatannya. Namun demikian, ia masih berusaha menggempur Dhristadyumna. Meskipun tenaganya banyak berkurang, tapi ia masih bisa bertempur dengan gagah. Semangat hidupnya sudah hilang, dan ia nekat mengadu nyawa melawan Dhristadyumna untuk mati bersama. Akibatnya, Dhristadyumna yang jauh lebih muda justru terdesak kalah.

Bhimasena maju mendekati Drona, dan kembali mengingatkan tentang dharma dan kewajiban seorang brahmana kepada gurunya itu. Ia mengatakan bahwa Drona selaku brahmana seharusnya meletakkan senjata untuk mendoakan arwah Ashwatthama yang telah gugur.

Drona kembali berduka teringat Ashwatthama dan segera membuang senjata. Ia kemudian duduk bersamadi, mengheningkan cipta untuk berdoa memohon kekuatan diri dan mendoakan arwah Ashwatthama.

Dhristadyumna bangkit menghunus pedang. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, ia pun memenggal kepala Drona dan melemparkannya ke arah pasukan Kaurava.

Arjuna marah besar kepada Dhristadyumna. Ia menghunus pedang dan menantang pangeran Panchala itu, namun segera dirangkul dan ditahan Nakula-Sahadeva.

Sementara itu, Kripa menemukan Ashwatthama sedang bertempur di sisi lain Kurukshetra. Ia pun menceritakan soal kematian Drona yang dibunuh secara keji oleh Dhristadyumna. Ashwatthama sangat marah dan segera mengerahkan pusaka kahyangan. Banyak prajurit Pandava yang mati menjadi korban.

Ashwatthama mengamuk hebat. Ia mengerahkan pusaka Narayanastra dan menantang Dhristadyumna. Satyaki menyindir Dhristadyumna yang diam saja tidak segera maju menghadapi tantangan Ashwatthama, padahal Dhristadyumna tadi telah membunuh Drona yang sedang bersamadi dengan cara licik. Dhristadyumna ganti menyinggung soal kematian Bhurisrava yang juga dibunuh Satyaki dalam keadaan samadi pula.

Pertengkaran itu membuat Satyaki dan Dhristadyumna sama-sama marah dan berkelahi sendiri. Keduanya segera dipisah oleh Krishna dan Yudhishthira.

Yudhishthira memerintahkan Bhimasena dan Arjuna maju untuk melumpuhkan Ashwatthama. Arjuna segera melepas pusaka Barunastra untuk melumpuhkan Narayanastra milik Ashwatthama.

Ashwatthama mengamuk hebat. Setelah memukul mundur Bhimasena, Ashwatthama kemudian melawan Arjuna, mengadu senjata Agneya lawan Brahmastra.

Vyasa muncul memisah keduanya. Jika diteruskan bisa-bisa bumi hancur oleh pusaka-pusaka mereka.

Matahari pun terbenam. Perang hari kelima belas berakhir. Malamnya, pihak Kaurava mengangkat Karna sebagai senapati baru.

Dhristadyumna memenggal kepala Drona.

Hari Keenam Belas

Pertempuran hari itu diawali dengan kematian Ksemadhurti raja Kuluta oleh Bhimasena.

Satyaki membunuh dua pangeran Kaikeya, sedangkan Srutakarma anak Arjuna membunuh Chitrasena anak Karna. Di sisi lain, Prativindhya membunuh Chitra, sedangkan Arjuna memukul mundur Ashwatthama.

Arjuna kemudian membunuh Dandadhara dan Danda dari Maghada, sedangkan Ashwatthama membunuh Pandya sekutu Pandava. Di sisi lain, Satyaki membunuh raja Vangga sekutu Kaurava.

Karna mengalahkan Nakula tetapi tidak membunuhnya, sesuai janjinya kepada Kunti dulu. Nakula hanya dibuat mundur dengan perasaan sangat malu.

Arjuna membunuh Satrunjaya, Sausruti, Chandradeva, Satyasena, Chitravarma, dan Mitrasena, sedangkan Yudhishthira melukai Duryodhana. Terjadi pula pertempuran antara Satyaki melawan Karna.

Dhristadyumna, Yudhamanyu, Uttamauja, Sikhandi, dan Chekitana bergerak menyerang Karna untuk membantu Satyaki. Akan tetapi Karna dapat menghadapi mereka semua dengan cekatan.

Bhimasena membelah dada Dushasana.

Hari Ketujuh Belas

Pagi hari Karna mengajukan permintaan kepada Duryodhana. Hari ini ia akan bertanding melawan Arjuna. Semua tahu, Arjuna memiliki kusir kereta yang sangat terampil yaitu Krishna. Maka, Karna pun meminta seorang kusir yang setara dengan Krishna, yaitu Salya raja Madra.

Salya marah-marah atas permintaan itu. Ia seorang raja besar sedangkan Karna hanyalah raja kecil keturunan sudra tetapi berani memintanya menjadi kusir. Duryodhana memohon kepada Salya untuk mengabulkan permintaan Karna. Karna berkata bahwa Salya seharusnya bangga karena disejajarkan dengan Krishna. Salya akhirnya bersedia, dengan syarat ia boleh bebas bicara apa saja kepada Karna.

Karna dan Salya berangkat ke medan perang. Di sepanjang jalan Salya selalu mengolok-olok Karna. Ia terus-menerus memuji kesaktian Bhimasena dan Arjuna, serta meremehkan Karna. Di antara mereka kemudian terjadi perdebatan panjang, saling adu pendapat. Karna sudah terlanjur menyetujui perjanjian bahwa Salya boleh bicara apa saja. Melihat itu, Duryodhana menyusul dan segera melerai mereka.

Pertempuran dimulai. Karna memukul mundur Yudhishthira, kemudian menerobos pasukan Prabhadraka. Setelah itu Karna membunuh para kesatria Panchala, antara lain Bhanudeva, Senavindu, Tapana, Chitrasena, dan Surasena.

Di sisi lain, Bhimasena membunuh Bhanusena anak Karna. Karna masih mengamuk menghancurkan barisan Panchala. Ia membunuh Candradeva dan Dandhadhara. Kemudian ia menerobos kepungan musuh dan berhasil menangkap Yudhishthira. Akan tetapi, dengan sombong ia melepaskan raja Pandava tersebut.

Bhimasena maju melawan Karna untuk membalas kematian Ghatotkacha. Duryodhana mengirim adik-adiknya untuk membantu Karna. Mereka adalah Srutarvan, Durdhara, Kratha, Vivitsu, Vikata, Soma, Nisanggi, Kavasin, Pasin, Nanda, Upanandaka, Duspradarsa, Subahu, Batavega, Suvarcasa, Dhanurgraha, Durmada, dan Sala. Namun semuanya mati di tangan Bhimasena.

Di sisi lain Arjuna bertempur lawan Susarman dan pasukan Samsaptaka yang masih tersisa. Sementara itu Kripa membunuh Suketu anak Chitraketu dari Panchala.

Karna ganti menyerang Dhristadyumna. Para kesatria Panchala lainnya yaitu Vyaghraketu, Ugrayudha, Jaya, dan Sukla maju membantu, tapi mereka semua mati dibunuh Karna. Kemudian Karna membunuh Jisnukarma, Devapi, Singhaketu, Salabha, dan Rochamana dari Chedi. Meskipun menjadi senapati selama dua hari, tapi Karna sudah merusak barisan Pandava melebihi Drona yang memimpin lima hari, atau Bhishma yang memimpin sepuluh hari.

Arjuna masih bertempur melawan para Samsaptaka. Ia membunuh Sudhaksina dan adiknya dari Kamboja. Ashwatthama bergerak membantu para Samsaptaka, tapi ia terdesak mundur oleh Arjuna.

Barisan Pandava semakin rusak oleh gempuran Karna. Bhimasena bergerak mendatangi Arjuna, karena hanya dia yang bisa menandingi Karna. Arjuna mengaku ingin membantu, tapi selalu dihalangi para Samsaptaka. Bhimasena ganti menghadapi para Samsaptaka, sedangkan Arjuna bergerak menuju tempat Yudhishthira.

Uttamauja membunuh Sushena anak Karna. Karna marah sekali dan memburu Uttamauja. Sikhandi pun bergerak menyelamatkan Uttamauja. Karna kemudian membunuh Visoka pangeran Kaikaya. Setelah itu ia membunuh Ugrakarma yang mencoba memburu Prasena.

Prasena anak Karna kemudian mati dibunuh Satyaki. Karna marah dan menyerang Satyaki. Dhristadyumna dan Sikhandi membantu Satyaki. Tapi Karna justru berbalik membunuh anak Dhristadyumna.

Sementara itu Bhimasena telah bertarung melawan Dushasana yang membantu para Samsaptaka. Pertarungan yang mengerikan terjadi di mana Dushasana akhirnya mati mengenaskan. Lengannya putus ditarik Bhimasena, dan dadanya terbelah pula. Bhimasena meminum darah Dushasana sesuai sumpahnya dulu.

Duryodhana ngeri melihat kematian Dushasana. Ia mengirim adik-adiknya untuk membunuh Bhimasena, yaitu Nisanggin, Kavachi, Pasi, Dundadhara, Dhanurgraha, Alolupa, Saha, Sanda, Batavega, dan Suvarcha. Namun mereka semua justru tewas terbunuh.

Bhimasena kemudian mundur untuk mengantarkan darah Dushasana kepada Draupadi di perkemahan Upaplavya. Draupadi menggunakan darah tersebut untuk membasuh rambutnya demi memenuhi sumpah saat ia diseret Dushasana dalam permainan dadu waktu itu.

Nakula terdesak oleh serangan Vrishasena yang terampil seperti ayahnya. Arjuna ganti melawan Vrishasena. Akhirnya Vrishasena pun tewas.

Melihat putra sulungnya terbunuh, Karna bergerak menuju Arjuna. Sabhapati mendahului Karna bertarung melawan Arjuna tapi ia kemudian terbunuh.

Pertempuran antara Karna dan Arjuna dimulai. Keduanya adu panah dan adu kesaktian. Sama-sama sakti, sama-sama terampil melepas panah.

Seekor naga bernama Aswasena datang ke medan perang. Ia adalah anak Takshaka yang kehilangan ibunya sewaktu Arjuna dan Krishna membakar hutan Kandhava. Kini ia datang untuk membalas kematian ibunya dengan cara menyusup ke dalam panah Karna. Karna sendiri tidak tahu kedatangan Aswasena tersebut.

Karna pun melepas panah yang sudah disusupi Aswasena. Krishna menyadari kehebatan panah ini dan segera menggenjot kereta sehingga sedikit amblas ke dalam tanah. Akibatnya, panah tersebut meleset tidak mengenai leher, tetapi mahkota Arjuna sehingga jatuh ke tanah.

Aswasena mendatangi Karna secara terang-terangan. Ia menawarkan diri membantu Karna sekali lagi. Tapi Karna justru tersinggung dan mengusirnya pergi.

Aswasena sakit hati. Ia terbang ke angkasa dan siap meluncur membunuh Arjuna. Krishna lebih dulu mengetahui hal itu dan segera menyuruh Arjuna mendahului melepas panah. Aswasena pun mati terkena panah tersebut.

Perang tanding antara Karna dan Arjuna kembali berlangsung. Sang dewa waktu yaitu Kala mendatangi Karna, menyampaikan bahwa ajal Karna sudah dekat. Setelah Kala pergi, roda kereta Karna langsung amblas masuk ke dalam tanah.

Karna gugup. Ia pun mengerahkan ilmu kesaktiannya namun lupa semua mantra. Ini sesuai dengan kutukan gurunya, yaitu Parasurama, yang merasa tertipu oleh Karna. Parasurama adalah brahmana yang sangat membenci kaum kesatria. Maka, Karna pun menyembunyikan jati diri dan mengaku sebagai brahmana muda supaya bisa menjadi murid Parasurama.

Karna gemetar teringat kutukan gurunya. Ia lantas turun untuk mendorong roda kereta yang amblas. Ia meminta Arjuna bersikap adil, menghormati musuh yang sedang kesulitan. Krishna balas memaki Karna, mengingatkan bagaimana Karna berlaku curang dengan ikut serta mengeroyok Abhimanyu yang masih muda belia.

Karna tertegun mendengar itu. Ia kembali naik ke atas kereta untuk menyerang Arjuna dengan panah. Arjuna terluka dan jatuh pingsan di atas keretanya. Setelah itu Karna kembali turun untuk mendorong roda keretanya.

Arjuna sadar dari pingsan dan kembali bersiap memanah. Krishna mendesak Arjuna untuk membunuh Karna saat itu juga, tanpa menunggunya naik kembali ke atas kereta. Arjuna ragu-ragu. Krishna pun mengingatkan bagaimana Karna menghina Draupadi saat permainan dadu, bagaimana Karna mengeroyok Abhimanyu dan membunuh Ghatotkacha. Krishna mengatakan sudah saatnya Karna mati terkena pusaka Arjuna.

Arjuna mantap hatinya. Ia pun melepas panah Anjalika. Karna yang masih sibuk mendorong kereta langsung tewas dengan leher putus.

Duryodhana sangat sedih atas kematian Karna. Malam itu ia menunjuk Ashwatthama sebagai senapati, tapi Ashwatthama mengusulkan agar Salya saja yang diangkat karena ia yang lebih pantas. 

Arjuna diperintah oleh Krishna untuk mengakhiri hidup Karna.

Hari Kedelapan Belas

Pertempuran dimulai dengan terbunuhnya sisa-sisa anak Karna yaitu Chitrasena dan Satyasena oleh Nakula.

Salya bergerak menggempur barisan Pandava, dibantu Kripa, Kritavarma, dan Ashwatthama. Mereka berhadapan dengan Yudhishthira, Bhimasena, Sahadeva, dan Dhristadyumna. Di tempat lain, Duryodhana membunuh Chekitana menggunakan tombak.

Salya mengamuk dan banyak membunuh prajurit Pandava. Yudhishthira bersumpah akan bertempur melawan Salya sampai salah satu mati di antara mereka. Keduanya lantas bertemu dan adu senjata.

Kripa membantu Salya dengan menghancurkan kereta Yudhishthira. Bhimasena membalas dengan menghancurkan kereta Salya. Yudhishthira dan Salya kemudian bertarung di darat. Salya akhirnya tewas terkena panah Yudhishthira.

Yudhishthira kemudian membunuh seorang adik Salya.

Pasukan Kaurava kocar-kacir setelah kematian Salya. Shakuni maju untuk menyatukan mereka didampingi Salwa raja Mlecha. Bersama mereka menggempur barisan Pandava. Salwa akhirnya mati oleh Satyaki.

Satyaki kemudian membunuh Kshemakriti, seorang raja sekutu Kaurava.

Bhimasena bertempur dan membunuh sisa-sisa Kaurava, yaitu Durmarshana, Srutanta, Jaitra, Bhurivala, Ravi, Jayasena, Sujata, Durvisaha, Durvimochana, Duspradarsa, dan Srutarvan. Di tempat lain, Arjuna membunuh Susarman raja Trigarta dan seluruh pasukannya. Dengan demikian pasukan Samsaptaka telah habis sama sekali. Sementara itu, Bhimasena membunuh Sudarsa. Ini berarti Kaurava yang masih hidup tinggal Duryodhana seorang.

Bhimasena kemudian maju merusak barisan Shakuni. Ia membunuh banyak prajurit Gandhara. Sahadeva membunuh Uluka putra Shakuni. Sahadeva ganti bertempur melawan Shakuni. Shakuni mengerahkan ilmu sihir, tapi dapat dimusnahkan oleh Sahadeva. Akhirnya, Shakuni pun tewas di tangan Sahadeva.

 Yudhishthira melawan Salya; Sahadeva melawan Shakuni.

Duryodhana berjalan kaki meninggalkan medan perang. Dadanya panas menyaksikan pasukan Kaurava yang semula berjumlah sebelas akshauhini, kini hancur lebur dan berantakan semua. Ia kemudian terjun ke telaga Dvaipayana untuk menenangkan diri.

Para sekutu Kaurava yang masih hidup tinggal Kripa, Kritavarma, dan Ashwatthama. Mereka menemukan telaga tempat Duryodhana menyelam, dan segera mengajaknya bertempur kembali menghadapi para Pandava. Duryodhana masih berduka dan tidak mau mengikuti ajakan mereka.

Para pemburu yang kebetulan lewat melihat percakapan itu. Mereka segera melapor ke perkemahan Pandava. Dari laporan itu, para Pandava, Krishna dan yang lain langsung berangkat menuju telaga Dvaipayana. Melihat mereka datang, Kripa, Ashwatthama, dan Kritavarma segera bersembunyi.

Sesampainya di tepi telaga, Yudhishthira menantang Duryodhana bertanding. Duryodhana pun keluar dari telaga. Ia mengaku terjun ke dalam bukan karena takut, tapi karena hatinya panas melihat pasukannya hancur.

Duryodhana menantang Pandava lima agar maju sekaligus, tapi Yudhishthira menolak. Yudhishthira tidak mau meniru para Kaurava yang mengeroyok Abhimanyu sampai mati. Ia balik menantang Duryodhana untuk perang tanding satu lawan satu. Duryodhana bebas memilih salah satu dari para Pandava sebagai lawannya. Duryodhana juga bebas memilih senjata macam apa yang ia sukai. Apabila Duryodhana bisa mengalahkan wakil Pandava itu, maka ia boleh kembali menjadi raja di Hastinapura.

Krishna menegur Yudhishthira yang terlalu berani dalam memberikan tantangan. Sudah jelas pihak Pandava yang menang dalam perang ini, tapi ia justru memberi kesempatan kepada Duryodhana untuk kembali menjadi raja. Namun Duryodhana sendiri menjawab bahwa dirinya sudah tidak sudi menjadi raja setelah kematian Shakuni, Karna, dan adik-adiknya. Ia bersumpah setelah berhasil membunuh para Pandava, maka ia akan pergi ke hutan untuk bertapa. Menghadapi tantangan itu, ia memilih Bhimasena yang bertubuh paling besar untuk bertanding adu gada.

Baladeva datang di telaga setelah mendapat kabar dari Narada. Baladeva tidak ikut berperang karena ia sama-sama menyayangi kedua pihak dan mengharapkan mereka menempuh jalan damai. Ia memilih pergi berziarah ke berbagai macam pemandian suci, sampai akhirnya mendapat kabar dari Narada bahwa pasukan Kaurava mengalami kehancuran dan pihak Pandava memperoleh kemenangan.

Baladeva pun bergegas pergi ke Kurukshetra dan melihat Duryodhana dan Bhimasena hendak bertanding gada. Keduanya memang pernah berguru kepada Baladeva dalam ilmu gada. Maka, Baladeva pun ditunjuk sebagai juri dalam perang tanding ini.

Pertandingan pun dimulai. Duryodhana dan Bhimasena sama-sama letih setelah seharian bertempur. Namun demikian, Bhimasena ternyata tidak mampu melukai Duryodhana yang sepertinya memiliki kulit sangat tebal.

Krishna bercerita kepada Arjuna tentang kutukan pendeta bernama Maitreya. Waktu itu Maitreya datang ke Hastinapura menasihati Duryodhana agar mengembalikan Indraprastha kepada Pandava. Namun Duryodhana menolak dengan sombong sambil menepuk-nepuk pahanya. Maitreya tersinggung dan mengutuk paha Duryodhana kelak akan menjadi titik kematiannya saat bertarung melawan Bhimasena.

Arjuna segera memberi isyarat kepada Bhimasena untuk memukul paha Duryodhana. Bhimasena paham dan segera melaksanakan hal itu. Maka, Duryodhana pun roboh dengan paha remuk.

Bhimasena memaki dan menginjak kepala Duryodhana. Yudhishthira maju menarik Bhimasena agar tidak melakukan perbuatan hina seperti itu. Baladeva juga marah-marah dan menuduh Bhimasena berbuat curang. Dalam pertarungan gada dilarang keras memukul bawah perut. Ia ganti menantang Bhimasena bertarung gada.

Krishna menyabarkan Baladeva. Ia menceritakan kecurangan-kecurangan para Kaurava, dan sekarang ini Duryodhana mati karena hukum karma yang berlaku kepadanya.

Baladeva masih kesal. Ia kemudian pulang meninggalkan telaga.

Krishna memuji Yudhishthira yang telah memenangkan perang besar ini. Tapi Yudhishthira merasa sedih karena pihaknya telah membunuh banyak saudara sendiri. Untuk menebus dosa selama perang, para Pandava berangkat ke sungai Oghavati untuk bersuci malam itu. Krishna dan Satyaki mengantarkan para Pandava, sedangkan Dhristadyumna membawa pasukan kembali ke perkemahan.

Duryodhana bertanding adu gada dengan Bhimasena.

Serangan Malam

Malam itu Ashwatthama, Kripa, dan Kritavarma keluar dari persembunyian untuk menemui Duryodhana yang sedang sekarat. Duryodhana menunjuk Ashwatthama sebagai senapati baru dan menyuruhnya melanjutkan perang.

Ashwatthama bingung mencari cara untuk mengalahkan Pandava. Malam itu, ia menyaksikan kawanan burung gagak sedang tidur di ranting pohon, kemudian diserang seekor burung hantu. Berkat pemandangan tersebut, ia pun mendapat akal. Kripa dan Kritavarma dibangunkan untuk diajak menyerang perkemahan Pandava malam itu juga. Para Pandava pasti sedang tidur pulas merayakan kemenangan mereka, dan tidak menyangka akan datangnya serangan malam yang mematikan.

Kripa menolak ajakan Ashwatthama. Ia siap membantu jika esok pagi Ashwatthama memimpin sisa-sisa prajurit bertempur habis-habisan melawan Pandava. Tapi kalau serangan malam saat lawan sedang tidur, jelas ini merupakan perbuatan yang sangat licik dan kejam.

Maka terjadilah perdebatan panjang antara Ashwatthama dan Kripa. Ashwatthama menyebutkan semua kelicikan Pandava, mulai dari pembunuhan Bhishma oleh Arjuna yang menggunakan Sikhandi sebagai tameng, pembunuhan Bhurisrava oleh Satyaki, pembunuhan Jayadratha, pembunuhan Drona, pembunuhan Karna, sampai akhirnya Duryodhana juga roboh akibat kecurangan Pandava.

Ashwatthama tidak peduli dengan nasihat sang paman. Ia nekat pergi sendiri menuju perkemahan Pandava. Kripa dan Kritavarma tidak tega dan mengikuti dari belakang.

Ashwatthama sampai di gerbang perkemahan Pandava. Ia bersembahyang dan berdoa kepada Shiva memohon diberi kekuatan dalam menjalankan wasiat Duryodhana. Shiva yang Maha Adil mengabulkan setiap doa yang tulus. Ashwatthama merasa mendapat kekuatan baru. Ia pun masuk ke dalam perkemahan Pandava seperti siluman, sedangkan Kripa dan Kritavarma menunggu di luar gerbang.

Mula-mula Ashwatthama masuk ke dalam kemah Dhristadyumna, pembunuh ayahnya. Dhristadyumna terbangun dari tidur dan langsung diikat oleh Ashwatthama. Tanpa ampun Ashwatthama memukuli Dhristadyumna. Dhristadyumna mengaku rela mati asalkan jangan disiksa seperti ini. Ashwatthama tidak peduli. Ia berkata, seorang murid durhaka yang berani membunuh gurunya tidak pantas mati di ujung senjata. Maka, Ashwatthama pun mencekik dan menendang Dhristadyumna berkali-kali sampai mati.

Ashwatthama kemudian membunuh Uttamauja yang sedang tidur di kemahnya. Yudhamanyu terbangun dan masuk ke dalam kemah saudaranya itu. Namun ia langsung dibunuh pula oleh Ashwatthama.

Ashwatthama kemudian menyusup ke dalam kemah-kemah yang lain dan banyak membunuh sekutu Pandava. Kelima putra Draupadi, yaitu Prativindhya, Sutasoma, Srutakarma, Satanika, dan Srutakirti terbangun dan mengepung Ashwatthama. Namun mereka semua mati terkena panah si penyusup sakti.

Sikhandi terbangun pula dan langsung menyerang Ashwatthama. Namun ia mati pula dengan tubuh terpotong menjadi dua oleh pedang Ashwatthama.

Ashwatthama kemudian mengamuk dan membunuh sisa-sisa kesatria Panchala, Virata, Prabhadraka, dan Srinjaya yang menjadi sekutu Pandava. Para prajurit kacau balau. Mereka mencoba kabur melewati gerbang tapi langsung dibunuh Kripa dan Kritavarma.

Ashwatthama kemudian membakar perkemahan Pandava sehingga korban yang berjatuhan semakin banyak. Ia kemudian pergi bersama Kripa dan Kritavarma meninggalkan tempat itu dan kembali ke telaga Dwaipayana untuk menemui Duryodhana yang masih sekarat. Duryodhana berterima kasih atas usaha Ashwatthama. Ia kemudian meninggal dunia.

Setelah membakar jasad Duryodhana, ketiga orang itu pun berpencar. Kripa kembali ke pertapaan, Kritavarma pulang ke negeri Bhoja, sedangkan Ashwatthama bersembunyi di dalam hutan.

Para Pandava, Krishna, dan Satyaki telah kembali dari Sungai Oghavati. Di tengah jalan mereka mendapat laporan dari kusir kereta Dhristadyumna tentang serangan malam yang dilakukan Ashwatthama. Yudhisthira jatuh pingsan mendengarnya, dan segera dirangkul Satyaki. Setelah sadar ia menangis meratapi peristiwa menyedihkan ini.

Nakula segera berangkat ke perkemahan wanita di Upaplavya untuk menjemput Draupadi. Mereka lalu bersama-sama meninjau tempat perkemahan yang kini sudah terbakar mengerikan.

Draupadi sangat marah melihat saudara-saudaranya dan kelima putranya mati dibunuh Ashwatthama secara licik. Ia meminta agar para Pandava membawakan permata lambang kesaktian Ashwatthama untuk dicongkel dan diserahkan kepadanya.

Ashwatthama akhirnya dapat ditemukan. Ia bersembunyi di dekat pertapaan Vyasa. Terjadilah pertempuran seru melawan Arjuna. Ashwatthama akhirnya melepas pusaka Brahmasira. Arjuna pun menghadapi dengan melepas pusaka Pasupata.

Vyasa dan Narada muncul di tempat pertempuran. Vyasa segera berdiri di tengah untuk menahan kedua pusaka itu agar jangan sampai beradu. Jika keduanya sampai bertemu bisa-bisa bumi hancur dan banyak orang tak berdosa ikut menjadi korban.

Vyasa menyuruh Arjuna dan Ashwatthama menarik kembali pusaka masing-masing. Arjuna bisa menarik Pasupata dan menyimpannya kembali, tetapi Ashwatthama tidak bisa. Ashwatthama justru membelokkan Brahmasira ke arah lain. Brahmasira melesat ke arah perkemahan Upaplavya dan masuk ke dalam kandungan Uttari, janda Abhimanyu.

Ashwatthama mengakui kekalahannya. Ia pun mencongkel permata sakti yang melekat di dahinya sejak bayi. Pusaka itu lantas diserahkannya kepada Arjuna. Kini Ashwatthama telah kehilangan semua ilmu dan kesaktiannya. Ia kemudian masuk ke dalam hutan dan hidup menyendiri seperti orang linglung selamanya.

 Duryodhana menunjuk Ashwatthama sebagai senapati.

Para Pandava dan Krishna kembali ke perkemahan. Uttari melahirkan bayi laki-laki yang meninggal akibat senjata Brahmasira. Krishna menggendong bayi itu dan menghidupkannya kembali, karena bayi itu memang belum ditakdirkan mati sekarang.

Bayi putra Abhimanyu yang dilahirkan Uttari itu kemudian diberi nama Parikshit. Kelak ketika Yudhishthira menjadi raja Hastinapura, Parikshit ditetapkan sebagai putra mahkota.